Abaikan Bosanmu


"Lemari bajuku sumpek banget.  Banyak baju nggak terpakai, dobel-dobel nggak keruan. Aku bosan sama koleksi ini.  Pingin ganti beli baru, ah!"

Hmm, itu kalimat yang sangat ironis! Katanya lemarinya sumpek, penuh, tapi mau nambah lagi? 

"Aku jual aja yang udah bosen. Atau sumbangin. Hampir seisi lemari!"

Yakin? Nggak pingin coba cek dan data ulang baju-baju yang dimiliki dan runut dulu mana yang masih kita sayang, yang tidak layak sumbang atau jual, atau yang memang bisa dijual? Nanti nyesel lho. 

Hihi, itu percakapan yang lucu. Terjadi antara emosi dan logika saya.  Tahun lalu, saya mulai membuat garage sale di Instagram. Sebelumnya, saya pernah menjual barang-barang saya di acara teman.  Biasanya, setahun sekali, saya sekeluarga juga mengumpulkan baju-baju paling mubazir dan mendonasikannya lewat lembaga-lembaga.

Tapi saya merasa agak salah kaprah.  Masalahnya, saya nyumbang bukan karena betul-betul pingin ngasih baju ke orang.  Saya jual bukan betul-betul biar punya uang dan nabung.  LEMARI BAJU SAYA PENUH.  Masalah klasik? Bukan klasik lagi.  Barok. :p

Kalau lemari saya penuh dan kondisi saat itu: sedang pingin baju baru, saya menjual atau menyumbang supaya punya space buat menampung yang baru. Dodol deh. Atau setidak-tidaknya, ada uang buat beli baju baru dan alasan kalau beli adalah 'kan yang itu sudah dijual, boleh beli gantinya dong'. Entah kapan, saya menyadari betapa saya terjebak dalam lingkaran materialisme ini.  Jual-beli-buang. Jual-beli-buang.  Terus saja begitu dan roda industri semakin bergerak.  Mending kalau roda industri ini hemat energi.  Kebanyakan sih tidak begitu. Dan saya harusnya mendukung roda industri lokal. Tapi saya malah...ah, lupakan.

Dibarengi kekacauan prinsip dan merasakan himpitan materi di kota, saya pun memulai sebuah kebiasaan bulanan: mencatat apa yang saya punya di lemari.  Lumayan penting. Saya bisa memeriksa apa yang sudah jarang dipakai dan bisa dikeluarkan dari lemari, atau yang dapat dijual.  Saya periksa mana yang ganda dan satunya mubazir, mana yang sudah buluk, mana yang harus disimpan atas dasar nilai sentimental, juga mana yang investasi jangka panjang.

Kalau dikumpulin dari tahun 2012, begini penampakan data busana saya: 



Berkat pendataan sok iye ini, saya bisa melacak baju-baju yang sering dipakai, jarang disentuh, atau bahkan cuma tenggelam di dalam laci lantas terlupakan.  Haha! Kemudian, kalau ada yang bisa dijual, saya tulis supaya inget.  Jika sudah pergi dari lemari, ya dihapus dari daftar.  Makanya saya bikin pakai pensil. :D 

Tapi masalah terpenting juga, saya menyadari bahwa kita sudah tak terbiasa dengan kebahagiaan memiliki sebuah benda kesayangan dan merawatnya dengan maksimal. Saking massalnya produksi garmen, baju, produk jadi, tas dan sepatu, dan sebagainya, kita menggampangkan.  Kita menghilangkan 'nyawa' barang-barang.  Kalau rusak, kita yakin ada gantinya.  Kita tak peduli lagi benda itu rusak atau kenapa kecuali kalau harganya mahal.  Tapi kita pasti cuma agak konsentrasi untuk benda tersebut selama maksimal 6 bulan pertama.  Sisanya, kita akan mulai cuek.  (dan yang sedih, hewan peliharaan pun diperlakukan seperti ini kadang-kadang) 

Gara-gara pendataan, saya jadi sayang sama tiap helai baju yang saya miliki.  Merawatnya sesuai petunjuk, supaya jangka hidupnya panjang.  Bak baju-baju vintage. Saya punya empat produk vintej produksi Jepang, tidak tahu umur persisnya--mungkin 10 tahunan lebih.  Ada yang dikasih, ada pula yang saya beli sendiri.  Yang saya amati sih, kualitasnya jauh lebih baik dan tampak akan awet dibanding produk sekarang.  Setidaknya kalau perbandingannya produk massal, ya.  Produk massal itu banyak yang bahannya ringkih.  Misalnya sifon. Kain ini kan agak rapuh.  Beberapa jenis poliester juga gampang berlubang.  Kalau katun dan kaus, harus jaga-jaga supaya tidak melar. Tapi, lihat, bahkan saya ngelantur gini, tanpa sengaja menjelaskan bahwa semuanya tergantung tangan kita. Kalau kita cukup bijak merawat keutuhan baju kita, kreatif memadupadankan, mana mungkin kita bosan dengan baju kesayangan? Lagipula buang-buang baju sembarangan, menyesaki Bumi! 

Kemarin, saya baru memotong & jahit bagian lengan salah satu blus vintej yang lengannya panjang dan agak longgar di bagian pergelangannya sehingga agak repot.  Bahannya juga agak gerah, sehingga sebagai blus lengan panjang, agak terlalu deh. Mana sekarang cuaca labil.  Dingin-dingin pakai ini bisa tiba-tiba tengah harinya cerah.  Berkat kekutungannya, sekarang dia lebih mudah dipadupadankan! Lebih sesuai untuk daerah tropis juga.  :)) 



Berbekal satu potong blus, kita bisa membuat 3 tampilan berbeda.  Nanti hukumnya berlaku untuk sepotong rok, kita dapat berkreasi sebanyak 4 gaya, misalnya.  Tambahkan aksesoris yang kamu suka dan sesuai mood.  Hebat! 

Menurut saya sih, kreativitas gini mampu mengerem niat belanja, lho.  Mendadak kita malah fokus menyesuaikan ini dan itu dan lupa mau nambah barang.  Jadi kita nggak lagi ngotor-ngotorin Bumi gara-gara rakus belanja!  :D 

Ya, seperti pembalut kertas dan kain.  Karena yang kain harus kita simpan dan cuci rawat sebaik-baiknya, kita jadi mengurusnya.  Alhasil kita mengurangi limbah, kan? ;) 

Gimana? Saya pingin tahu berapa besar semangat kalian menyiasati siklus materialisme yang ngawur.  Apa kalian suka bikin garage sale? Atau punya saluran sumbangan baju? Atau kalian suka modifikasi pakaian? Kasihtau saya di komentar, ya! 

Catatan tambahan : harap jangan setrika dan cuci mesin baju dalam, oke? 


Komentar

  1. Ini yang aku belum bisa.. Rutinitas sehari hari bikin aku selalu pengennya terima jadi. Taunya udah bersih dan udah disetrika. Kadang baju pada melar, atau bahkan sobek :'). Sepatu juga paling weekend baru dimasukin ke boks. Alhasil jadi pada gak awet.. Padahal pengen punya sepatu atau tas yang sampai puluhan tahun umurnya. Ada tips gak Ningrum??

    Tapi alhamdulillah sejak nonton video fashion youtube aku jadi suka mix n match baju. Alhamdulillah juga dampaknya bukan bikin semakin konsumtif (walaupun sebulan ttp beli 1 piece pakaian sih hehe sebagai benda nyata hasil kerja sebulan)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, kayak masuk laundry gitu ya? Itu susah awasinnya sih. Tapi kalau sibuk apa boleh buat ya. :')
      Tips dari aku sih, ya dirotasi, atau sempetin ngawasin perawatan barang sendiri. Dan kalau bisa, beli yang kualitasnya tinggi, tapi gak sering. Lebih efektif daripada sering beli yang memang gampang rusak juga. :)

      Sama, sekarang aku lebih serius padu padan baju. Dulu sih ya biar gaya doang. Sekarang karena isi lemariku terbatas. :D

      Hapus

Posting Komentar